A story of Working Holiday Maker who decided to become Student

Hallo teman-teman semua, edisi kali ini RD akan sharing informasi dengan saalah satu Ex WHV angkatan 2016 yg sebelumnya sudah pernah muncul di article berjudul “5 hal penting yang perlu diketahui di kehidupan WHV” – Naomi Chen. Yeay, kabar baiknya adalah Kak Anugrahita Nirmala sudah menyelasikan S2 di Sydney, dimulai dari awal 2019 dan lulus tepat di tahun 2021.

Yuk, kita langsung mulai aja!

Q: Apa sih yang membuat Kakak termotivasi untuk apply visa Working Holiday dan berangkat ke Australia pada awal mulanya?

A: Singkat cerita, aku sendiri memang punya cita-cita bersekolah di luar negeri semenjak SMP, namun baru benar-benar kepikiran untuk merealisasikan mimpi tersebut setelah lulus S1. Pernah beberapa kali apply beasiswa dan memang belum rejeki, bisa di simak beberapa kisah detailnya kenapa memutuskan WHV di blog pribadi aku travelchangeslife.blogspot.com (post tahun Agustus 2017 berjudul “The Beginning of the Journey” dan “Maybe, this is God Will for Me”). Di tahun 2016 sendiri akhirnya dapat kesempatan untuk ikut WHV dan memang sebagai batu loncatan untuk meninjau peluang masa depan yaitu melanjutkan studi di Australia.

Q: That sounds interesting! Jadi bisa dibilang memang alasan Kakak untuk WHV itu adalah untuk mencari peluang studi S2 setelahnya?

A: Hmm, bisa dibilang begitu. Untungnya, proses WHV di tahun 2016 itu sendiri masi terbilang mudah (karena belum rebutan kuota seperti sekarang) dan kami juga mendapatkan priviledge sebagai ‘angkatan pertama’ yang bisa merasakan WHV tahun kedua. Ketika memasuki WHV tahun kedua, aku memang sudah berencana untuk staying longer, sekaligus berusaha menabung dan mencoba cari peluang untuk lanjut student. Itu semua karena di tahun pertama ternyata aku masih harus fokus menyesuaikan diri pada kehidupan Australia, ditambah kerjaan yang belum stabil dan harus travelling sana-sini demi melengkapi syarat untuk apply tahun kedua.

Q: Speaking of which… tentang studi Kakak, boleh sharing ke para pembaca ngga tentang jurusan yang Kakak ambil, dan kenapa memilih jurusan itu?

A: Yes. Setelah diskusi panjang dengan partnerku, akhirnya aku melanjutkan jenjang studi S2, nama programnya Master of Social Work (Qualifying) dan nantinya akan teregistrasi menjadi seorang Social Worker (Pekerja Sosial) di Australia. Aku akhirnya memutuskan untuk bersekolah di salah satu kampus berdomisili di Sydney yang bernama Australian College of Applied Psychology (ACAP).

Untuk alasannya sendiri, singkat cerita… Aku adalah lulusan S1 Psikologi di Bandung, dan goal aku sendiri memang ingin lanjut studi yang berhubungan dengan bidang yang sudah aku jalani sebelumnya yaitu berhubungan dengan ‘menolong orang lain’. Sebelum keputusan tersebut dibuat, aku dan partner juga konsultasi terlebih dahulu dengan beberapa agen edukasi. Dari referensi mereka, kami menyimpulkan bahwa Social Work memang jurusan yang paling tepat untuk aku ambil saat itu. Sebelum terjun dengan jurusan itu sendiri, aku sudah research tentang apa peran profesi tersebut di Australia dan kemudian menemukan bahwa nantinya itu bisa digunakan untuk bekerja di bidang pekerjaan yang aku inginkan, salah satunya bekerja di sektor Mental Health (Kesehatan Mental). Istilah dari “Social Worker”, “Community Worker”, “Support Worker” itu sebenarnya adalah profesi yang di butuhkan di Australia. Intinya, tujuan aku mengambil sekolah ini sendiri adalah untuk mengerjakan sesuatu yang kusuka di kedepannya: yakni untuk bisa bekerja dengan menolong orang lain, dengan tujuan sampingannya adalah untuk apply Permanent Resident di Australia.

Q: Wah, sepertinya asik banget ya, Kak! Oh iya, selama Kakak sekolah di Australia kemarin ini… boleh certain ngga apa aja challenges yang dihadapi, terutama dalam proses adaptasi dari WHV ke Student Visa? Terus apakah ada kendala soal manajemen waktu ketika kuliah sambil bekerja?

A: Hmm… kalau soal rintangan, menurut pendapat pribadi aku, overall sekolah di sini lebih santai dibandingkan waktu aku menyelesaikan S1 aku di Indonesia. Mungkin sebenarnya ini tergantung jurusan yang diambil ya, tapi pada dasarnya aku memang suka belajar, baca jurnal, dan bikin paper. Jadi untuk menyelesaikan assessments kuliah itu sendiri secara signifikan tidak banyak kendala, kecuali waktu di awal. Waktu awal kuliah, aku belum terbiasa bikin paper bahasa Inggris, ditambah memang aku lemah di grammar. Akhirnya nilai yang didapat pun seadanya, dan kemudian membuat aku berpikir ‘yang penting lulus’ aja. Tapi lama kelamaan skill aku di situ semakin terasah, bahkan akhirnya aku berhasil menulis unpublished tesis yang topiknya berhubungan dengan WHV, yang kemudian hasilnya kemarin sempat aku share di salah satu artikel Recehan Dollar. Aku sendiri selama sekolah selalu mengikuti aturan pemerintah Australia untuk bekerja dengan batas maksimum waktu kerja 20 jam seminggu, karena tujuanku saat itu memang konsentrasi untuk belajar. Ditambah pekerjaan sampingan yang aku kerjakan saat sekolah cukup fleksibel, makannya mungkin karena itu, aku tidak menemukan kendala signifikan.

Awal-awal transformasi visa, memang terasa perbedaan signifikan dari segi pendapatan, karena waktu dulu WHV tidak ada batas waktu untuk bekerja. Tapi overall dari kondisi finansial sendiri, kebetulan ketika memulai sekolah, aku sudah berada di posisi cukup secure dari segi keuangan. Hanya saja memang ada saat-saat sulit, yaitu ketika harus memasuki masa kerja praktek. Di dalam program studi Social Work, dimanapun kamu berkuliah di Australia, akan ada mata kuliah kerja praktek yang mengharuskan siswa untuk bekerja tanpa dibayar selama 1000 jam yang menjadi salah satu syarat kelulusan. Ketika saat-saat itu tiba, aku harus bekerja 38 jam per minggu untuk menebus jam tersebut, dan kondisi tersebut sangat memengaruhi isi tabunganku karena dengan tuntutan sedemikian rupa, sulit sekali untuk mencari kerja yang bisa mengakomodir evening shift/weekend.

Yes. Finally Graduate in the right time.

Q: Wow, seru, ya, kak pengalamannya! Oh iya, kalau Kakak sendiri punya harapan apa nih setelah akhirnya berhasil menyelesaikan studi S2 kemarin?

A: Wah, sejujurnya setelah menyelesaikan studi S2 ini, aku sadar passion aku sendiri adalah mengadvokasi komunitas Indonesia di Australia, terutama buat student dan anak-anak WHV (karena aku pernah di posisi ini), yang sering aku lakukan casually lewat sharing-sharing online atau jawab pertanyaan orang-orang kayak gini (hehe). Harapan besar aku adalah suatu saat, aku bisa berperan serta dalam membantu membangun komunitas Indonesia di Australia… tapi sebelum sejauh itu, harapan buat diri aku sendiri sih sekarang cuma pengen menyelesaikan skill assessment untuk keperluan apply PR, dapet kerja full-time di bidang kesehatan mental supaya kelak bisa jadi Mental Health Social Worker dan syukur-syukur bisa buka praktek sendiri, tapi perjalanan yang satu ini pun masih panjang.

Q: Wah, terima kasih banyak atas sharingnya ya, Kak! Terakhir, apa pesan Kakak untuk adik-adik yang baru mau apply WHV atau hendak berangkat ke Australia?

A: Sama-sama! Pesan aku cuma satu: buat planning yang jelas sebelum berangkat, tentukan apa tujuan kalian berangkat. Tapi jangan terlalu kaku dan selalu siap untuk being flexible and adjust with your current situation. Selama udah usaha yang jelas, kalau emang takdir.. mudah-mudahan jalannya pasti dilancarkan, kok! Dan ingat, seperti yang tertulis di artikel tesis aku sebelumnya, bahwa kalian kemungkinan besar akan mengalami fase “Galau yang berujung aktualisasi diri”. Jadi banyak-banyakin buat koneksi dengan sesama temen seperjuangan supaya dalam prosesnya, kalian bisa saling mendukung satu sama yang lain “Bhinneka Tunggal Ika”!